Penanaman Pendidikan Karakter bertanggung Jawab dan Kejujuran Pada Siswa Sekolah Dasar



PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER
BERTANGGUNG JAWAB DAN KEJUJURAN PADA SISWA
SEKOLAH DASAR

(SERTAKAN SUMBER SAAT MENGCOPY)


PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURUMADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2016



ABSTRAK

Penulisan artikelPenanaman Pendidikan KarakterBertanggung Jawab dan Kejujuran pada Siswa Sekolah Dasar ini bertujuan untuk menyadarkan kembali akan pentingnya karakter dan moralitas generasi muda yang mana telah tergeser oleh modernitas, sehingga menyebabkan dekandensi moral para generasi penerus bangsa.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat mengajarkan kembali nilai kejujuran dan bertanggung jawab dalam membentuk karakter siswa. Bukan hanya sebagai teori dalam pelajaran-pelajaran tertentu, tetapi juga memberikan contoh praktik nyata pengintegrasian nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab seperti melalui kegiatan rutin disekolah, kegiatan spontan, keteladanan dari seluruh komponen sekolah serta pengkondisian nilai karakter secara kontinue dalam pembelajaran di sekolah. Semuakomponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri yaitu kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengolahan mata pelajaran, pengelolan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ekstrakulikuler, pemberdayaan sarana dan prasarana dan etos kerja seluruh warga sekolah, yang terpenting adalah peran dan kontribusi guru dalam melatih karakter anak

Sangat efektif apabila sekolah sebagai tempat penginternalisasian pendidikan karakter bagi peserta didik karena di sekolah merupakan hal penting dimana anak menghabiskan waktu lebih lama di sekolah daripada di rumah.Sekolah tidak bisa hanya menjadi penonton ketika masyarakat terbelit persoalan moral yang serius. Sekolah harus melakukan apa yang bisa dilakukan untuk memberi kontribusi terhadap pembentukan karakter anak-anak dan kesehatan moral bangsa ini.


Kata kunci: Karakter, Kejujuran, Tanggung jawab, Implementasi, Integrasi






BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Pendidikan karakter sesungguhnya telah lama menjadi roh dan semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia dan telah lama dianut bersama secara tersirat dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Pendidikan karakter semakin mendesak untuk diterapkan, mengingat berbagai macam perilaku non-edukatif kini telah merambah dalam lembaga pendidikan di Indonesia.
Pendidikan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional yang termuat dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 3 yang menyebutkan bahwa: 
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. (Wiyani, 2013:32).

Amanah Undang-Undang  SISDIKNAS tahun 2003 tersebut tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas tapi juga berkepribadian atau berkarakter. Sehingga lahir generasi berkarakter yang menghormati nilai-nilai, luhur, bangsa, dan agama.
Penanaman pendidikan karakter dapat dimulai dari dasar, berupa mengimplementasikan gagasan pendidikan karakter melalui berbagai strategi pembelajaran di sekolah dasar. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan yang bertanggung jawab terhadap pembentukan karakter anak. Oleh karena itu, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri yaitu kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengolahan mata pelajaran, pengelolan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ekstrakulikuler, pemberdayaan sarana dan prasarana dan etos kerja seluruh warga sekolah, yang terpenting adalah peran dan kontribusi guru dalam melatih karakter anak, khususnya karakter jujur dan bertanggung jawab.
Menurut Alfie Kohn (Samani, 2013: 44 -45) menyatakan bahwa:
“Pada hakikatnya pendidikan karakter dapat didefinisikan secara luas atau secara sempit. Dalam makna luas, pendidikan karakter mencakup hampir seluruh usaha sekolah di luar akademis terutama yang bertujuan  untuk membantu siswa tumbuh menjadi seseorang yang memiliki karakter yang baik. Dalam makna yang sempit pendidikan karakter dimaknai sebagai sejenis pelatihan moral yang direfleksikan nilai tertentu.”

Nilai-nilai karakterkejujuran dan bertanggung jawab tidak hanya diterapkan dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila dan Agama saja, tetapi juga dapat ditanamkan melalu praktik-praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari yang dapat langsung dipahami dan dirasakan siswa sekolah dasar.
Melihat banyaknya perilaku non-edukatif yang terjadi di sekolah dasar saat ini seperti bertindak mencotek saat ujian, tidak mengerjakan tugas rumah,  berbohong kepada teman atau gurunya, membolos sekolah, mencuri,  ketidakmampuan anak dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, hingga adanya bully-ing antar teman merupakan contoh nyata kurang nya pendidikan karakter dalam suatu lembaga pendidikan.
Judul ini dikembangakan untuk menyadarkan kembali akan pentingnya karakter dan moralitas generasi muda yang mana telah  tergeser oleh modernitas, sehingga menyebabkan dekandensi moral para generasi penerus bangsa. Diharapkan pondasi kebangsaan yang kokoh dapat dibangun dengan bangkitnya kesadaran bangsa melalui pendidikan karakter. Karakteristik yang bersumber dari agama, Pancasila dan budaya bangsa inilah yang mampu menjadi dasar dalam membetulkan karakter anak bangsa. Dengan demikian, pendidikan karakter dapat menahan kemerosotan bahkan kehancuran karakter dalam hari-hari mendatang.




B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan yaitu:
1.         Apakah definisi dari pendidikan karakter, kejujuran dan tanggung jawab itu?
2.         Bagaimana konsep implementasi pendidikan karakter di sekolah dasar yang efektif ?
3.         Bagaimana pengintegrasian nilai kejujuran dan tanggung jawab di sekolah dasar ?
4.         Apakah penting diterapkan pendidikan karakter di sekolah dasar ?

C.       Tujuan Masalah
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah :
1.         Untuk mendeskripsikan pendidikan karakter , kejujuran dan tanggung jawab.
2.         Untuk mengetahui konsep implementasi pendidikan karakter di sekolah dasar yang efektif.
3.         Untuk mengetahui cara pengintegrasian nilai kejujuran dan tanggung jawab di sekolah dasar.
4.         Untuk mengetahui pentingnya penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar.

D.       Manfaat Penulisan
Diharapkan penulisan artikel ini dapat memberikan kesadaran dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah dasar serta dapat sebagai masukan terhadap pentingnya mengimplementasikan nilai kejujuran dan bertanggung jawab dalam membentuk karakter siswa karena siswa SD tidak hanya diajarkan untuk medapatkan nilai akademis yang baik tetapi perlu diberikan pelatihan moral dan karakter.



                  BAB II
PEMBAHASAN

1.         Pengertian Pendidikan Karakter, Nilai Kejujuran dan Nilai Bertanggung Jawab
A.      Pendidikan Karakter
Apa itu karakter? Istilah karakter yang dalam bahasa Inggris yaitu character, yang berasal dari istilah Yunani, charassein yang berarti membuat tajam atau membuat dalam. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011:623), karakter adalah “sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain”. Kemudian yang dimaksud dengan pendidikan karakter menurut Thomas Lickonia (melalui Yaumi, 2014: 10) yaitu “usaha yang disengaja untuk mengembangkan karakter yang baik berdasarkan nilai-nilai inti yang baik untuk individu dan baik untuk masyarakat”. Sedangkan menurut Berkowitz and Bier (melalui Yaumi, 2014: 9), “pendidikan karakter adalah gerakan nasional dalam menciptakan sekolah untuk mengembangkan peserta didik dalam memiliki etika, bertanggung jawab, dan kepedulian dengan menerapkan dan mengajarkan karakter-karakter yang baik melalui penekanan pada nilai-nilai universal”.
B.       Kejujuran
Nilai Kejujuran menurut Lickonia (2013:65) yaitu
“salah satu bentuk nilai yang harus diajarkan di sekolah. Jujur dalam berurusan dengan orang lain—tidak menipu, mencurangi, atau mencuri dari orang lain—merupakan sebuah cara mendasar untuk menghormati orang lain. Jujur dalam pergaulan sehari-hari dipandang sebagai kesesuaian antara ucapan lisan dengan perbuatan”.
Dalam pandangan lain, jujur diyakini sebagai suatu kesesuaian antara yang lahir dan batin. Menurut Racham dan Shofan (melalui Yaumi, 2014: 87), kejujuran adalah “kesesuaian ucapan atau yang dikemukakan dengan kenyataan atau fakta, dikemukakan dengan kesadaran dari dalam hati”. Sedangkan menurut Kemendiknas (melalui Yaumi, 2014:83) jujur adalah “perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan”. 
Nilai kejujuran harus melekat pada diri seseorang dan merupakan hal penting untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan definisi diatas, maka makna kejujuran mengandung pengertian sebagai berikut:
a.         Kesesuaian antara yang lahir dan bathin
b.         Perkataan, tindakan, dan pekerjaan dapat dipercaya
c.         Perbuatan tulus, ikhlas, benar, setia, adil, dan lurus
d.        Pikiran, perasaan, dan perbuatan yang benar
e.         Sesuatu yang benar yang dikemukakan dengan kesadaran.
Pertama, kesesuaian antara yang lahir dan yang batin menunjukan tidak ada sesuatu yang disembunyikan, semuanya tampak jelas, terbuka dan transparan  baik yang menyangkut perkataan, perbuatan, maupun keadaan. Kedua, menjukkan perkataa, tindakan, dan pekerjaan yang benar dapat menimbulkan dampak pada menguatnya tingkat kepercayaan dari individu atau kelompok. Berbagai kecurigaan akan lenyap apabila ada penyaksiaan yang benar. Ketiga, perbuatan yang dilakukan dengan tulus, ikhlas, setia, benar, adil, dan lurus yang benar-benar terlahir dari kesadaran mendalam, bukan atas desakan dan paksaan dapat mengukuhkan kepercayaan. Keempat, pikiran, perasaan, dan perbuatan yang benar adalah indikator kejujuran. Jujur bukan hanya dilihat dari perkataan melainkan juga pikiran dan perasaan serta jiwa yang selalu benar dan lurus. Tidak ada artinya apabila hanya perkataan saja yang jujur tanpa disertai dengan perbuatan yang benar dari batinnya. Kelima, sesuatu yang benar datang dari hati, empat hal sebelumnya akan sangat berguna apabila didasari atas kesadaran yang mendalam yang terlahir dari hati sanubari.
Dengan demikian kejujuran adalah mengatakan yang sebenarnya sesuai dengan faktanya, tidak ada yang disembunyikan berdasarkan kesadaran tentang kebenaran yang diikrarkan dengan lisan, diyakini dengan hati, dan dilakukan melalui perbuatan.
C.       Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah perluasan dari sikap hormat, jika kita menghormati orang lain, berarti kita menghargainya. Jika kita menghargai mereka, berarti kita merasakan tanggung jawab tertentu terhadap mereka. Secara harfiah tanggung jawab berarti “kemampuan untuk menanggung”, yang menekankan pada kewajiban-kewajiban positif untuk saling peduli terhadap satu sama lain.
Tanggung jawab menurut Kemendiknas (melalui Yaumi, 2014:83) adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan yang Maha Esa. Menurut Lickonia (2013:95) tanggung jawab adalah sisi aktif moralitas. Tanggung jawab meliputi peduli terhadap diri sendiri dan orang lain, memenuhi kewajiban, memberi kontribusi terhadap masyarakat, meringankan penderitaan orang lain, dan menciptakan dunia yang lebih baik. Menurut ia pula, tanggung jawab juga merupakan bentuk moral universal yang dapat diajarkan dan merupakan inti moralitas publik. Seseorang yang bertanggung jawab dapat menunjukkan karakter sebagai berikut:
a.         Selalu mencari tugas dan pekerjaan apa yang harus segera diselesaikan.
b.         Menyelesaikan tugas tanpa diminta atau disuruh untuk mengerjakannya.
c.         Memahami dan menerima konsekuensi dari setiap tindakan yang dilakukan.
d.        Berpikir sebelum berbuat
e.         Melakukan pekerjaan sebaik mungkin dengan hasil yang maksimal.
f.          Membersihkan atau membereskan segala sesuatu yang digunakan setelah menggunakan sekalipun tanpa ada orang lain yang melihatnya.
g.         Selalu berusaha berbuat sebaik mungkin.
h.         Terus berbuat dan tidak berhenti sebelum menyelesaikannya.
i.           Iikhlas berbuat karena alas an pengabdian kepada Tuhan yang Maha Esa.
Penekanan terhadap tanggung jawab merupakan hal yang sangat penting dilakukan saat ini, terutama sebagai koreksi atas dunia modern yang mabuk pada “hak”. Tantang moral saat ini adalah bagaimana menyeimbangkan antara hak dan kewajiban serta membesarkan anak-anak yang memiliki rasa tanggung jawab besar terhadap hak dan kewajiban.
Oleh karena itu, tanggung jawab merupakan suatu kewajiban untuk menyelesaikan tugasnya, dan memiliki konsekuensi apabila tidak dilaksanakan dan sebelum seseorang mengharapkan hak nya, maka  terlebih dahulu harus bertanggung jawab terhadap kewajibannya.
2.         Konsep implementasi pendidikan karakter di Sekolah Dasar
A.      Manajemen sekolah yang berkarakter
Sekolahsebagaisebuah organisasi memiliki aktivitas-aktivitas pekerjaan tertentu untuk mencapai tujuan. Salah satu aktivitas tersebut adalah manajemen. Manajemen pada dasarnya merupakan suatu proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu, sehingga dalam manajemen pendidikan, sekolah sebagai sebuah mengemban misi ganda yaitu profit sekaligus sosial. Misi profit, yaitu untuk mencapai keuntungan. Sejumlah keuntungan dapat dicapai ketika efisiensi dan efektivitas dana dapat tercapai sehingga pemasukan lebih besar daripada biaya operasional. Kemudian, misi sosial bertujuan untuk mewariskan dan menginternalisasikan nilai-nilai luhur.
Dalam dunia pendidikan, manajemen pedidikan melakukan suatu proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan dalam menghasilkan lulusan yang sesuai dengan visi, misi dan tujuan pendidikan. Maka dari itu, pendidikan karakter dalam system pendidikan memiliki unsur-unsur pendidikan yang selanjutnya dikelola oleh sekolah, diharapkan mampu melakukan perencanaan dan melaksanakan kegiatan serta evaluasi terhadap tiap-tiap komponen pendidikan yang didalamnya memuat nilai-nilai karakter secara terintegrasi (terpadu). Pengertian terpadu merujuk kepada pembinaan nilai-nilai karakter pada tiap komponen pendidikan sesuai dengan ciri khas masing-masing sekolah. Sekolah dapat melaksanakan pendidikan karakter yang terpadu dengan system pengelolaan sekolah itu sendiri. Artinya, sekolah mampu merencanakan pendidikan (program dan kegiatan) yang menanamkan nilai-nilai karakter, melaksanakan program dan kegiatan berkarakter, dan melakukan pengendalian mutu sekolah secara berkarakter.
Dari uraian diatas dapat dipertegas bahwa manajemen pendidikan karakter adalah strategi yang diterapkan dalam pengembangan pendidikan karakter yang diselenggarakan dengan hasrat dan niat untuk mengimplementasikan ajaran dan nilai-nilai luhur untuk mewujudkan misi sosial sekolah melalui manajemen.
B.       Integrasi Pendidikan karakter dalam proses pembelajaran
Integrasi yang berarti percampuran, pengombinasian, dan perpaduan. Integrasi biasanya dilakukan dalam dua hal atau lebih, yang mana masing-masing dapat saling mengisi. Pengimplementasian pendidikan dengan karakter yang terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitas diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai kedalam tingkah laku siswa sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran.
Dalam struktur pendidikan di kurikulum sekolah dasar hingga tingkatan atas di Indonesia, terdapat dua mata pelajaran yang terkait langsung dengan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia, yaitu Agama dan PPKn. Kedua mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai dan sampai taraf tertentu menjadikan siswa peduli dan menginternalisasi nilai-nilai.
Integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran lain selain Agama dan PPKn juga harus dilakukan untuk menginternalisasikan nilai-nilai di dalam tingkah laku sehari-hari melalui proses pembelajaran dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Pengenalan nilai-nilai sebagai pengetahuan melalui bahan-bahan ajar dapat dilakukan, tetapi bukan merupakan penekanan. Hal yang ditekankan atau diutamakan adalah penginternalisasian nilai-nilai melalui kegiatan-kegiatan di dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter dapat digunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep belajar dan mengajar yang membantu guru dan peserta didik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi di dunia nyata. Karena dengan begitu, melalui pembelajaran kontekstual peserta didik lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi juga pada tataran afektif (olah hati, rasa dan karsa), serta psikomotorik. Pembelajaran kontekstual mencakup beberapa strategi yaitu:
1)        Pembelajaran berbasis masalah;
2)        Pembelajaran kooperatif;
3)        Pembelajaran berbasis proyek;
4)        Pembelajaran pelayanan;
5)        Pembelajaran berbasis kerja.
Kelima strategitersebut dapat memberikan nurturant effect pengembangan karakter peserta didik, seperti karakter cerdas, berpikir terbuka, tanggung jawab, dan rasa ingin tahu.
C.       Pengembangan budaya berbasis pendidikan karakter
Sekolah bertanggung jawab menanamkan pengetahuan- pengetahuan baru yang reformatif dan transformatif dalam membangun bangsa yang maju dan berkualitas. Sekolah juga bertaggung jawab mentransformasikan nilai-nilai luhur kepada siswa. Di sekolah, siswa belajar menata dan membentuk karakter. Sekolah merupakan tempat yang mencerdaskan dan memberikan perubahan kehidupan anak didik. Dengan kata lain, sekolah mampu memberikan warna baru bagi kehidupan anak ke depannya, sebab mereka ditempa untuk belajar berbicara, berpikir, dan bertindak. Dengan demikian, peran sekolah sangat besar dalam menentukan arah dan orientasi bangsa kedepan.
Di sekolah, anak mengalami perubahan dalam tingkah laku. Proses perubahan tingkah laku dalam diri anak sesuai dengan nilai-nilai sosial dan kebudayaan yang tertuang dalam kurikulum. Kurikulum pendidikan yang dilaksanakan oleh guru salah satunya berfungsi membentuk tingkah laku menuju kepribadian yang dewasa secara optimal. Disekolah berlangsung proses transformasi nilai-nilai luhur melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan kata kunci dari proses transformasi nilai-nilai luhur di sekolah. Guru melakukan transformasi nilai-nilai luhur kepada semua anak didik untuk menjadi bagian dari masyarakat yang berbudaya. Fungsi transformasi nilai-nilai luhur yang dilaksanakan oleh sekolah mencakup lima dimensi.
1)   Pendidikan tidak hanya mencakup pengetahuan dan keterampilan semata, tetapi juga sikap, nilai, dan kepekaan pribadi.
2)   Peran sosial
3)   Fungsi indoktrinasi
4)   Fungsi pemeliharaan anak
5)   Aktivitas kemasyarakatan
Jadi, sekolah memiliki fungsi pendidikan, peran sosial, indoktrinasi, pemeliharaan, dan aktivitas kemasyarakatan. Sekolah sebagai wahana transformasi nilai-nilai luhur dan pengetahuan yang menentukan corak berpikir dan berperilaku anak yang sesuai dengan norma-norma yang diyakini dan dimiliki masyarakat. Pada akhirnya, kepribadian anak akan terbentuk sesuai dengan akar budayanya. Oleh karena itu, perlu ada pengembangan budaya sekolah yangberorientasi pada pendidikan karakter.
D.      Kegiatan ekstrakurikuler sebagai wahana pendidikan karakter
Sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia, pada dasarnya pendidikan di sekolah maupun madrasah bertujuan untuk mengembangkan aspek-aspek kemanusiaan siswa secara utuh, yang meliputi aspek kedalaman spiritual, aspek perilaku, aspek ilmu pengetahuan dan intelektual, dan aspek keterampilan. Kualitas yang memadai dan output merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh sekolah dan madrasah sebagai satuan pendidikan yang tujuan dasarnya adlah menyiapkan manusia-manusia yang berkualitas, baik secara intelektual, integritas, maupun perannya dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu, baik sekolah maupun madrasah harus membekali diri dengan kurikulum yang memadai.
Dalam proses pendidikan dikenal dua kegiatan yang elementer, yaitu kegiatan intrakurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler merupakan kegiatan pokok pendidikan yang di dalamnya terjadi proses belajar mengajar antara siswa dengan guru untuk mendalami materi-materi ilmu pengetahuan. Sementara, kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan dalam mengembangkan aspek-aspek tertentu dari apa yang ditemukan pada kurikulum yang sedang dijalankan, termasuk yang berhubungan dengan bagaimana penerapan sesungguhnya dari ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh siswa sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup mereka maupun lingkungan sekitarnya.
Di Indonesia, kegiatan ekstrakurikuler sekolah bukan sesuatu yang baru. Di tingkat sekolah dasar pada umumnya jenis ekstrakurikuler yang dilakukan aadalah kegiatan pramuka. Kegiatanpramuka ini dapat meningkatkan nilai karakter kepemimpinan, bertanggung jawab, kemandirian dan rasa peduli. Peserta didik sekolah dasar yang menjadi anggota Pramuka dimasukan sebagai anggota kelompok Siaga dan sebagian yang lain dikelompokan dalam kelompok Penggalang. Kegiatan Pramuka biasanya dilaksanakan sekali dalam seminggu dan biasanya pada sore hari. 
Kehadiran kegiatan ekstrakurikuler di samping kegiatan intrakurikuler sangat bermanfaat bagi para peserta didik. Ekstrakurikuler dapat disebut sebagai bagian pendidikan dalam arti luas. Dengan demikian, kegiatan ini juga menjadi bagian dari proses yang sistematis dan sadar dalam membudayakan warga negara muda agar memiliki jiwa-jiwa mandiri dan bertanggung jawab sebagai bekal hidup.
Kegiatan ekstrakurikuler dapat diartikan sebagai kegiatan pendidikan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka. Kegiatan tersebut dilaksanakan di dalam dan di luar lingkungan sekolah untuk memperluas pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan menginternalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan agama serta norma-norma sosial, baik lokal, nasional, maupun global untuk membentuk insan paripurna. Dengan kata lain, ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan diluar jam pelajaran yang ditunjukan untuk membantu perkembangan peserta didik, sesuai dengan kebutuhan,potensi,bakat, dan minat mereka melalui kegaitan secara khusus yang diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.
Dari deskripsi di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan di luar mata pelajaran untuk mengembangkan bakat, minat, kreativitas, dan karakter terutama nilai bertanggung jawab dan kepemimpinan untuk siswa di sekolah dasar.
3.         Pengintegrasian Nilai Kejujuran dan Nilai Tanggung Jawab di Sekolah
Mengajari peserta didik dalam hal kejujuran dan tanggung jawab adalah hal yang tidak mudah untuk dilakukan oleh seorang guru. Namun, hal itu sangat penting untuk dilakukan karena pentingnya bagi seseorang untuk memiliki sifat dan sikap ini dalam menjalani kehidupannya. Karena pentingnya nilai-nilai tersebut maka perlu ditanamkan sejak dini pada peserta didik di lingkungan sekolah bukan hanya pengintegrasian dalam kurikulum maupun mata pelajaran namun juga dapat diterapkan dalam setiap kegiatan di sekolah.
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter pada peserta didik dalam program pengembangan diri, dapat dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah meliputi empat hal yaitu:


a.         Kegiatan rutin disekolah
Merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini antara lain adalah upacara bendera setiap hari senin, piket kelas, shalat berjamaah, berdoa sebelum dan setelah pelajaran. Kaitannya dengan nilai kejujuran adalah misalnya dengan memberikan tempat temuan barang hilang, memberikan kotak saran dan pengaduan, membuat larangan menyontek saat ujian, transparansi laporan keuangan bendahara kelas, mengadakan kantik kejujuran dan lain sebagainya. Sedangkan kaitannya dengan nilai tanggung jaawab dapat diterapkan saat pemberian jabatan di kelas pada peserta didik sehingga mampu berorganisasi dan mampu memahami tugasnya di kelas misalnya menjadi seorang ketua kelas memiliki tanggung jawab besar terhadap teman-temannya, pembagian tugas piket setiap siswa di kelas dengan melalui musyawarah yang dipimpin oleh ketua kelas, sehingga menghasilkan keputusan yang harus ditaati sepenuhnya dan apabila melanggar akan diberikan konsekuensi berupa sanksi.
Mereka diajarkan bersikap tanggung jawab dan konsekuen terhadap apa yang telah dipercayakan kepada mereka.
b.         Kegiatan spontan
Kegiatan ini dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru atau oranglainmengetahui adanya perbuatan yang kurang baik yang dilakukan peserta didik, maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi, sehingga peserta didik tidak akan melakukan tindakan tersebut kembali.Contohnyasepertidenganmemperingatkansiswauntuktidakmenconteksaatujian,memperingatkan siswa untuk tidak mencontoh pekerjaan rumah temannya.
Kegiatan spontan ini tidak hanya berlaku bagi peserta didik yang berbuat tidak benar saja, melainkanperilaku yang baik pun perlu direspon secara spontan untuk memberikan pujian,misalnyasaat siswa memperoleh prestasi, saat siswa menolong orang lain, dan saat siswa berani berkata jujur, berani mengakui kesalahannya dan berani menetang atau mengoreksi perilaku teman yang tidak terpuji.
c.         Keteladanan
Perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik, sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik. Contohnya yaitu guru memberikan nilai yang objektif  kepada peserta didik, tidak pilih kasih, menepati janji pada siswa, tidak membicarakan keburukan siswanya. Memberikan pelajaran kepada peserta didik tentang rasa tanggung jawab mulai dari hal-hal kecil, seperti membantu membereskan kursi meja tempat duduk sebelum meninggalkan kelas, ataupun memberikan contoh membiasakan membuang sampah pada tempatnya. Guru harus memberikan contoh atau praktek langsung penerapan nilai-nilai tersebut.
d.        Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan yang mencerminkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Dalam hal ini berkaitan dengan nilai kejujuran dan tanggung jawab. Pemberian contoh dan pelaksanaan yang nyata tidak hanya dilakukan sekali atau dua kali namun terus menerus secara continue karena karakter terbentuk oleh sebuah kebiasaan dan semua komponen bekontribusi aktif.
Berdasarkan uraian diatas, maka nilai kejujuran dan bertanggung jawab harus selalui diintegrasikan di dalam sekolah, bukannya dalam hal pelajaran tetapi juga melalui kegiatan yang terus menerus dilakukan, serta dengan pembimbingan keteladan oleh guru, maka siswa akan selalu terbiasa untuk berperilaku jujur dan bertanggung jawab terhadap dirinya, temannya, kelas dan tugas-tugasnya.


4.         Pentingnya Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar
Hasil pendidikan mencerminkan keadaan pribadi dan masyarakat. Namun belakangan ini pendidikan hanya di bertumpu pada aspek intelektual saja, sehingga akibatnya tampak pada munculnya berbagai kasus non edukatif dari siswa-siswa sekolah dasar. Penguasaan intelektual tidak menjadi faktor tunggal dalam menunjang kesuksesan seseorang. Aspek kecerdasan emosi dan spiritual justru lebih besar pengaruhnya terhadap kebahagiaan dan keberhasilan seseorang, di sinilah tampak jelas pengaruh dari pendidikan karakter.
Karakter suatu bangsa berperan besar dalam mempertahankan eksistensi, kemandirian, dan kemerdekaannya. Setiap warga bangsa, terutama generasi muda Indonesia, harus membangun kembali karakter dan kemandirian. Karakter peserta didik yang terbentuk sejak sekarang akan sangat menentukan karakter bangsa dikemudian hari. Karakter peserta didik akan terbentuk dengan baik manakala dalam proses tumbuh kembang mereka mendapatkan cukup ruang untuk mengekspresikan diri secara luas. Menurut William Bennet (melalui Kurniawan, 2013: 106), sekolah memiliki peran yang sangat urgentdalam pendidikan karakter seorang peserta didik. Apalagi bagi peserta didik yang tidak mendapatkan pendidikan karakter sama sekali di lingkungan keluarganya. Dimana anak menghabiskan waktu lebih lama di sekolah daripada di rumah, sehingga sangat efektif apabila sekolah sebagai tempat penginternalisasian pendidikan karakter bagi peserta didik.






BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN

Di Indonesia, pendidikan karakter sesungguhnya telah lama diimplementasikan dalam pembelajaran di sekolah, khusus nya dalam pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan dan lain-lain. Meskipun komitmen pemerintah terhadap pengembangan kesuksesan pendidikan karakter cukup besar, harus diakui jika implementasi pendidikan karakter masih terseok-seok dan belum optimal. Alih-alih memperbaiki pendidikan karakter bangsa, pemerintah justru asyik melaksanakan model pembangunan yang lebih mengutamakan hal-hal fisik, seperti pemukiman mahal, pusat-pusat bisnis, pusat perbelanjaan, dan lain-lain di seluruh negeri. Tugas membangun karakter cenderung diabaikan. Akibatnya tentu saja kerusakan moral bangsa telah mencapai tahap sangat mencemaskan karena hampir terjadi disemua lapisan dari anak-anak hingga orang dewasa dan hampir di seluruh lini seperti sekolah, aparat penegak hukum hingga birokrasi pemerintahan. Jika kondisi ini diabaikan maka akan menuju kearah kehancuran.Dengan demikian, pendidikan karakter disekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga.

Karena itu, inilah saatnya kita berupaya membangun karakter secara sungguh-sungguh. Dengan pengintegrasian langsung perilaku kejujuran dan bertanggung jawab dalam praktik-praktik langsung kegiatan di sekolah baik dalam kegiatan rutin, kegiatan spontan dan keteladanan dari guru, dan yang harus ditekankan adalah pengkondisian yaitu pemberian contoh dan pelaksanaan yang nyata tidak hanya dilakukan sekali atau dua kali namun terus menerus secara continue karena karakter terbentuk oleh sebuah kebiasaan dan semua komponen bekontribusi aktif.

B.     SARAN
Pendidikan harus difungsikan sebagaimana mestinya, sebagai sarana terbaik untuk memicu kebangkitan dan menggerakan zaman. Sekolah harus menjadikan dirinya sebagai sekolah berkarakter, tempat terbaik untuk menumbuh kembangkan karakter. Semua berkomitmen untuk menumbuhkembangkan peserta didik menjadi pribadi utuh yang menginternalisasi kebajikan (tahu dan mau) dan terbiasa mewujudkan kebajikan itu dalam kehidupan sehari-hari.











DAFTAR PUSTAKA
Wiyani, Novan Ardy. 2013. Konsep, Praktik, dan Strategi Membumikan Pendidikan Karakter di SD. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Muchlas Samani dan Hariyant. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Yaumi, Muhammad. 2014. Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar, dan Implementasi. Jakarta: Prenadamedia Group
Kurniawan, Syamsul. 2013. Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implementasi secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Lickonia, Thomas. 2013. Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Penerbit Nusa Media
Saptono. 2011. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter, Wawasan, Strategi, dan Langkah Praktis. Penerbit Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar